
Investigasi Kementan: Beras Dijual Tak Sesuai Mutu, Rugikan Konsumen Rp 99,35 T
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkap praktik kecurangan dalam penjualan beras berpotensi menimbulkan kerugian bagi masyarakat hingga Rp 99,35 triliun.
Temuan ini hasil dari pengecekan bersama tim gabungan di lapangan antara Kementerian Pertanian (Kementan), Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, dan Kejaksaan Agung.
Investigasi dilakukan pada periode 6 hingga 23 Juni 2025 ini mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi. Sampel ini melibatkan dua kategori beras, yaitu premium dan medium, dengan fokus utama pada parameter mutu, seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh. “Ini potensi kerugian konsumen Rp 99 triliun, oke. Jadi potensi kerugian kita Rp 99 triliun. Dan inilah hasil kita bersama,” kata Amran dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (26/6).
Amran menjelaskan, hasil investigasi di lapangan menemukan ada 212 merek beras yang tak sesuai standar. Dari jumlah itu, banyak yang tidak terdaftar secara resmi, tidak memenuhi standar berat, dan tidak sesuai dengan mutu yang tercantum di kemasan.
“Tolong kepada saudaraku, ini ada 212 ya? 212 merek. Dari 212 merek ada yang tidak terdaftar mereknya. Ada yang beratnya tidak sesuai, ada yang mutunya tidak sesuai itu di atas 80 persen. Kemudian harganya tidak sesuai. Ini sangat merugikan konsumen,” tegas Amran.
Amran bahkan mengibaratkan praktik ini seperti membeli emas yang tidak sesuai kadar.
“Nah, mungkin contoh sederhananya adalah emas. Dikatakan ini 24 karat, ternyata 18 karat isinya. Contohnya sederhananya seperti itu. Ya tetap emas. Tapi ini harga 24 karat. Tapi ternyata 18 karat,” katanya.
Menurutnya, temuan ini akan segera diverifikasi ulang dan menjadi dasar bagi Satgas Pangan untuk bergerak melakukan pemeriksaan lanjutan di lapangan. Kepala Satgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, menegaskan praktik pengemasan dan penjualan beras yang tidak sesuai dengan mutu dan isi yang tercantum di kemasan merupakan tindakan pidana.
“Artinya apa yang dilakukan oleh rekan-rekan pelaku usaha produsen yang melakukan penjualan, pengemasan terkait dengan beras dengan komposisi yang tidak sesuai dengan isinya dan mutu kualitas yang ada dalam kemasannya tidak sesuai dengan apa yang disampaikan di komposisi tersebut di kemasannya,” kata Helfi di kesempatan yang sama.
Helfi menyebut pelanggaran tersebut diatur dalam Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen di Pasal 62, Pasal 8, dan Pasal 69. “Dan apabila rekan-rekan masih melakukan hal tersebut tentunya kita akan melakukan penegakan hukum dengan ancaman lima tahun penjara dan denda Rp 2 miliar,” kata Helfi.
Meski demikian, Satgas Pangan memberikan waktu bagi para pelaku usaha untuk segera membenahi praktik usahanya. Pemeriksaan lanjutan akan dilakukan hingga 10 Juli 2025 di seluruh retail, baik modern maupun pasar tradisional.
“Namun demikian, pemerintah masih menunggu waktu dua minggu ini. Artinya tanggal 10 bulan Juli kita akan melakukan pengecekan ke seluruh retail baik retail modern maupun pasar tradisional,” lanjut dia.
Sebelumnya, Mentan Amran menyampaikan adanya anomali pada harga beras di tengah kondisi produksi yang melimpah tahun ini. Padahal, menurut dia, stok beras saat ini tercatat tertinggi dalam 57 tahun terakhir.
Informasi penting disajikan secara kronologis Dari hasil pengecekan di pasar pada 10 provinsi dan kota-kota besar, ditemukan sejumlah pelanggaran, mulai dari mutu beras, berat timbangan, hingga harga yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET).
Katanya, dari hasil pengujian di 13 laboratorium yang tersebar di seluruh Indonesia, ditemukan ada ketidaksesuaian mutu pada 136 merek beras premium yang mencapai 85,56 persen. Sementara hanya 14,4 persen yang sesuai dengan regulasi.
Selain itu, sebanyak 59,78 persen beras premium dijual di atas HET, dan 21,66 persen tidak sesuai dengan berat standar.
Temuan serupa juga terjadi pada beras medium. Amran mengungkapkan, sebanyak 88 persen beras medium dari 76 merek tidak sesuai mutu, dan 95,12 persen dijual di atas HET. Sedangkan ketidaksesuaian beratnya mencapai 10 persen.